Selasa, 25 Februari 2014

Catatan Tanpa Nama



Catatan Tanpa Nama


Mungkin  aku adalah perempuan yang hidup dalam dunia modern dengan pemikiran yang kolot bagimu.. aku perempuan yang masih menjunjung aturan budaya layaknya kumbang mencari bunga, dan tidak berlaku sebaliknya. Mungkin kata emansipasi wanita telah banyak mendorong orang lain melakukan pembenaran, tapi tidak dengan aku.

Aku Ingin menuliskan catatan kecil untuk mu,, sekali lagi,.
Aku tidak perlu menuliskan namamu bahkan alamatmu 

Cukup kau mengerti bahwa ini untukmu,, aku yakin bahwa ketika rasa itu sama, ketika helaan nafasku mereda,,, kau akan mengerti detakan jantungku yang kian kencang, berontak dalam diri yang diam

Entah mengapa selalu saja pikiran ini menari disetiap neuron-neuron otakku,  untuk memberimu catatan ini, dengan banyak kata yang tertumpah ruah,,, dalam bakul-bakul uraian kata yang tak bisa kuucapkan,,,

Masih dengan kebingunganku dan kebencian akan bibirku yang bisu, yang tak bisa mengucapkan kata apapun padamu,,kembali melihatmu dalam lorong-lorong senja, saat aku masih memandangmu lekat-lekat dari balik pintu senja itu..

Harus kuakui,,, aku bukan perempuan seperti mereka yang bisa menyapamu setiap saat, yang bisa menyapamu dengan senyum ceria tanpa  beban tentang penilaian orang lain. Aku tidak seperti itu,,, aku perempuan Makassar yang penuh rasa malu, malu dengan ahlakku yang jika terlalu jauh melangkah dari batas-batas aturan budayaku tentang etika perempuan dan harga diri seorang perempuan

Mungkin  aku adalah perempuan yang hidup dalam dunia modern dengan pemikiran yang kolot bagimu.. aku perempuan yang masih menjunjung aturan budaya layaknya kumbang mencari bunga, dan tidak berlaku sebaliknya. Mungkin kata emansipasi wanita telah banyak mendorong orang lain melakukan pembenaran , tapi tidak dengan aku. 

Yah aku akui,,, tidak hanya aku berperang dengan batinku, aku berperang pula dengan zaman dan pemikiran orang-orang modern. Ini bukan keras kepala,, ini prinsip. Jika mereka berkata bahkan aku seorang perempuan Makassar yang kasar dan sangat keras seperti batu, maka sesungguhnya aku tidak sekasar seperti apa yang mereka  fikirkan,, jika aku keras, maka  aku dengan lantang akan mengatakan bahwa aku tidak keras,, aku menjunjung etika, etika yang dibentuk dari budaya dimana aku lahir.

Aku perempuan Makassar, dan aku tidak akan pernah malu telah lahir disana bahkan ketika mereka mengatakan Makassar itu kasar dan keras, aku bangga telah lahir disana… 

Mungkin mereka berkata aku perempuan Makassar yang keras, sesungguhnya aku tidak keras, aku menjunjung tinggi etika yang mengharuskan ku bersikap tegas pada apa yang kuanggap telah melanggar etika sebagai mana seharusnya seorang perempuan berperilaku. Aku bukan seseorang yang bisa membohongi batinku untuk mengatakan benar pada sesuatu yang sesungguhnya salah.

Mungkin mereka berkata aku perempuan sulit. Yaa,, aku memang sulit, aku sulit untuk menanggalkan budaya malu yang masih melekat pada diriku,, ini bukan egois, ini adalah prinsip hidup bagaimana perempuan berperilaku menurut budayaku. Aku perempuan Makassar yang seyogyanya menjaga “siri” atau malu, ayahku pernah berkata, bahwa harga diri perempuan tidak hanya ada sebatas keperawanannya, tapi  harga diri jauh itu lebih dari itu,, dan aku sangat percaya itu,,, 

Ayahku berkata perempuan yang memiliki harga diri adalah dia yang bisa menjaga akhlaknya,, Bukankan aku tercipta dari tulang rusuk,,?? Maka sesungguhnya pemilik tulang rusuklah yang mencari tulang rusuknya yang hilang, tidak sebaliknya.  Tahukah kamu mengapa aku harus menjaga Akhlakku, karena sesungguhnya Akhlaklah yang menentukan apakah aku berperilaku menawan yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mungkin saja mulai tergerus 

Dan seperti itulah aku sekarang,, aku tidak akan memaksakan kisah ini, kisah yang indah sesuai dengan keinginanku, jika memang setiap cinta menemukan jalannya masing masing, aku yakin kau akan menemukan jalan menuju diriku, tanpa aku harus berlari dan menampakkan diriku didepanmu saat aku masih lekat memandangimu di balik pintu lorong-lorong senja. 

Aku yakin, jika kau adalah pemiliki tulang rusuk yang hilang ini, kau akan menemukan jalan untukku, tanpa membuatku berperang dengan  nilai yang selama ini ku junjung tinggi. Aku yakin jika memang itu engkau, maka kau akan menemukan ketegasan menolak bunga-bunga yang mungkin lebih menarik dariku. Aku yakin jika memang itu engkau, maka kau akan selalu menjaga ku tanpa aku harus meminta perlindungan darimu,,

Iya,, aku seorang tulang rusuk yang rapuh, tapi sesungguhnya jika memang itu engkau,, maka aku akan membirkan diriku patah sebelum kau terluka. Aku tulang rusuk yang melindungi jantung dan paru-parumu untuk terus melanjutkan kehidupanmu,,,

Ini catatan untukmu,,, catatan kecil padamu tanpa nama, dan tanpa alamat.


Selasa, 11 Februari 2014

Aku Benci Dengan Diam



Aku Benci Dengan Diam



Mungkin hanya sapaan hati, ketika aku melihatmu dari dibalik pintu saat kau melintas di lorong-lorong senja...


Aku benci dengan tenggorokanku yang serak, pada suara nyaring yang hendak berpaling meninggalkanku ,,ketika aku ingin menyapa dirimu dikejauhan.


Aku benci dengan diam, ketika lidahku kaku untuk mengatakan selamat pagi padamu.. dan hanya melihatmu melitas, lagi dan lagi…..


Apakah kau tahu,,,?? Aku selalu ada dibalik pintu itu ketika kau sedang melewati lorong-lorong senja. Aku yang dibalik pintu ketika dirimu melintas dan hanya mampu melihatmu hanya dibalik pintu. Hanya pada sapaan hati, ketika melihatmu dari sudut yang tak mungkin kau lihat..


Apakah kau akan menemukanku di balik pintu,,?? disudut lorong-lorong diam, yang sesungguhnya aku sangat benci daripadanya. Akupun benci dengan kakiku yang tak kunjung menemukan keberanian untuk berjalan ke arahmu, dan mengatakan selamat pagi


Diriku yang terkunci oleh borgol-borgol keangkuhan, yang  tak kunjung bisa kulepaskan

Apakah kau tahu??? Aku benci dengan dirimu yang meneguk minumannya di depanku. Apakah aku diam-diam menaruh rasa cemburu???, Ataukah aku diam-diam jatuh cinta padamu???


Ahhh,, tidakk,,, aku tidak jatuh cinta padamu,,, aku hanya menyimpan rasa pada bentuk yang tak terdefenisikan oleh hati yang masih terborgol di ruang keanggkuhan yang tak kunjung kutemukan kuncinya.


Padamu, seseorang tanpa nama,,,,

Sabtu, 08 Februari 2014

Untukmu pada seseorang tanpa nama

Aku Menginginkan jarak

 

Mungkin kita telah cukup penat dengan banyak cerita, banyak tawa dan banyak momen, yang membuat semuanya menjadi hambar tanpa makna dan tanpa rasa syukur. Padamu yang tanpa nama, dan dalam momen mencari kedamaian untuk mengerti arti sebuah pertemuan



Aku bukan menjauh

Tapi aku mengambil beberapa jarak darimu,, jarak yang akan membawaku pada hal dimana tidak ada kamu, dan tidak ada orang lain,, cukup diriku. Mungkin banyak yang akan mengatakan bahwa aku dalam kesunyian, tanpa dirimu atau tanpa orang lain,, Tapi aku berharap kamu menangkap sesuatu makna lain, bahwa ini bukan kesunyian kawan, ataupun sebuah kesepian..

Ini kedamaian         

Mungkin kita membutuhkan jarak, jarak yang membuat kita merasa sendiri, tanpa satu sama lain, tanpa tawa satu sama lain dan tanpa berbagi cerita satu sama lain. Mungkin kita telah cukup penat dengan banyak cerita, banyak tawa dan banyak momen, yang akhirnya membuat semuanya menjadi hambar tanpa makna dan tanpa rasa syukur.

Aku ingin merasakan jarak, yang mungkin cukup jauh darimu,, agar aku mengerti momen itu berharga untuk selalu kusyukuri, untuk selalu kujaga bahkan ketika aku harus menjadi persinggahan akhirnya.  Aku ingin merasakan jarak itu, ketika dahulu kamu masih ragu untuk menjadikanku sasaran telunjuk  dan memastikan lewat rasa.

Ketika aku berani untuk menunjuk kamu dalam rasa yang mulanya hambar dan tak bermakna, aku ingin tahu, apakah aku telah jatuh cinta padamu sekali atau berkali-kali padamu pada orang yang sama. AKu ingin tahu, apakah kau akan merasakan kedamaian sepertiku, membuatku jahuh cinta padamu berkali-kali dalam setiap momen pertemuan yang akan kita ceritakan pada anak, cucu ketika kita tidak mampu lagi berdiri dan berlari seperti momen-momen itu.

Ketika aku tak mampu lagi mengalahkanmu dalam berlari, ketika kamu harus mengejarku karena nafasmu yang tersedak,,, kamu tahu, sebenarnya aku tidak kuat, aku hanya terlatih berlari, sehingga kamu harus ngos-ngosan mengerjarku… 

Ketika aku sibuk melakukan gerakan senam, dan kamu yang mecoba menirukannya, dan ketika aku berbalik dan sebotol air mineral yang telah kamu sediakan , yang langsung kuteguk tanpa mengucapkan terima kasih kepadamu. 

Aku ingin merasakan jarak, kawan…..

Tadi aku berjalan, berlari ketika tidak ada kamu yang mengejarku,,, Aku menemukan setitik kedamaian, dan begitu banyak kesyukuran, ketika angin pagi yang dingin menyapaku, dan membelai setiap helai rambutku..Aku sangat menikmati moment itu, aku merasakan banyak hal yang telah kulalui bersamamu, namun hanya sekedar melaluinya tanpa mengerti mengapa kita harus berlari bersama, mengapa kita harus tertawa, dan mengapa kita harus berbagi cerita satu sama lain.

Mungkin akhinrnya aku adalah persinggahan, bukan rumah saat kamu akan berbagi cerita dengan anak cucumu, berdongeng di dekat kursi malasmu, dan tertawa dengan bocah-bocah kecil sambil meneguk secangkir kopi bersamaku,  dibelakang rumah tempat mawar-mawarku akan ku tanam, di halaman belakang tempat rumput hijau itu seperti karpet dan gemericik air kolam yang  ikanku yang akan menghiasi setiap canda tawa dirumah manusia tua menghabiskan hidupnya.

Aku ingin berjalan sampai di titik 0, yang selama ini  kusadari telah berada dititik keseimbangan itu, dan sesungguhnya aku masih  berada di posisi minus.

Aku ingin merasakan jarak, agar kita memaknai arti sebuah pertemuan……
Padamu yang tanpa nama, tanpa alamat dan tanpa tanda tanya

Jumat, 07 Februari 2014

Kamu, si calon Carl Rogers



Kamu, si calon Carl Rogers 

Kamu memang calon Carl rogers, aku melihat aplikasi unconditional positive regard, emphatic understanding, genuinnes disetiap interksimu.  kamu mampu diterima dimanapun, membuat orang lain bercerita apapun, bahkan pada seseorang yang sulit seperti ku, terimakasih kawan

 



Pertama kali ke kota ini aku merasa  akan banyak kesulitan yang akan kuhadapi, aku akan sendiri, dan yang pasti aku akan banyak terkedala soal menggunakan bahasa jawa dan mengubah aksen Makassar ku menjadi aksen jawa ..

Ternyata memang benar, aku mengalami banyak kesulitan, mulai dari memulai pertemanan, sampai berbicara banyak dengan orang lain.  Aku terkadang iri dengan Mika dan Tismi yang bisa dengan cepat beradaptasi dan membangun keakraban dengan orang lain. Tapi tidak seperti diriku.. Aku harus mengobservasi, aku harus diam melihat mereka dulu. 

Akupun tahu kalau teman-temaku pun merasa tidak nyaman dengan keberadaanku, yang diam, seakan menutup diri dan memilih-milih teman. Tapi sesungguhnya kawan, ini bukan karena aku ingin menghindarimu,, tapi karena aku takut kamu menolakku sebagai kawan,, aku takut jika kau tak menerimaku menjadi bagian dari kelompokmu…

Mungkin ini yang disebut rendah diri,.. diabalik keangkuhan yang mungkin kalian fikirkan ketika berhadapan denganku,, sesungguhya terdapat lubang menganga tempat rend ah diriku bersemayam,, kadang aku tidak merasa percaya diri, ketakutan akan kata “aku tidak diterima” selalu menjadi momok ketika aku bertemu orang yang baru dihidupku.

Jauh dari itu, terkadang pula aku bingung mengapa kamu bisa mendekatiku dan berusaha menjadi temanku. Kamu yang sesungguhnya berdarah  jawa den telah lama tinggal di Timur.  Pelan-pelan datang padaku, dan mengajakku berbicara sedikit-demi sedikit. Mungkin kamu pernah merasa malu karena sikapku yang dingin layaknya es batu. Ketika kau bertanya tentang tugasku, asalku, suku ku dan banyak hal tentang diriku, dan jawabanku yang datar dan pergi tanpa pamit. 

Akupun tak tahu sejak kapan aku mulai percaya bahwa kau akan menerimaku sebagai temanmu.. Kau bersedia untuk mendengar cerita dan keluh kesahku.. Tapi sejak keterpurukan ku di Kelas, kau datang sebagai seseorang yang bisa kupercaya, mendengar ceritaku, ketika kelas belum dimulai atau bahkan ketika kelas telah selesai dan kita harus duduk menunggu hujan yang reda.. 

Sesungguhnya aku sangat menyukai hujan,, ketika kelas selesai, aku ingin bersegera lari  menerobos hujan,, dan menari bersamanya menuju rumah, dan kamu selalu saja menahanku dengan alasan  “nanti kau basah dan, sakit kau nanti  brabe itu urusannya”.  Diam-diam aku kecewa karena tidak bisa menari dengan hujan, tapi aku sadar aku akan terlihat aneh ketika aku berlari ditengah hujan itu. Walaunpun pada akhirnya kita harus pulang, dengan sedikit basah karena hujan yang tak  kunjung reda, bagi seorang kekasih mungkin perjalanan pulang dengan hujan bagai momen romantis, tapi bagiku perjalan pulang itu seperti bebasnya aku dari penjara diam di kelas. Aku bisa bercerita apa saja denganmu, bercerita tentang dirinya yang membuatku jatuh cinta dipandangan pertama dan cerita tentang kekesalan dan apapun tentang diriku yang memang tidak penting untuk kau dengar.

Kawan, usahamu menjadi Carl Rogers memang besar.  Kamu berusaha menerimaku menerapkan Unconditional positive regard, ketika semua orang sedang memikirkan mengapa aku diam dan berbeda.  Emphatic Understanding dan Genuinnes pun kamu terapkan. Aku terkadang mengobservasimu, ketika kamu bercerita dengan teman-teman yang lain. Kamu memang calon carl rogers, tidak hanya untuk ku tapi untuk orang lain pula. Benarkan diam-diam aku menjadikanmu sahabat?.. Sedangkan sampai sekarang aku tak tahu apakah aku memiliki seorang sahabat atau tidak. Benarkah pertemuan yang masih singkat ini bisa membuatku percaya kau adalah sahabatku, dan benarkah kau juga menganggapku sebagai sahabat?.

Tapi aku bersyukur bisa mengenalmu,, kamu memang calon carl rogers.  Sesungguhnya terkadang aku iri melihat kemampuan komunikasimu, kamu bisa diterima oleh orang lain disegala penjuru, kamu bisa berteman dengan siapapun, dan kamu bisa membuat orang bercerita apapun kepadamu, bahkan pada orang yang sulit bercerita seperti aku.  Ketika aku masih seekor ulat bulu, dan sulitnya memakan daun Karen dauh-daun itu telah diberi pertisida, dan sekarang ketika aku sadang menjadi kepompong, dan sedang bermetamorfosa menjadi seekor kupu-kupu kecil… 

Terima kasih kawan, aku bersyukur bisa mengenalmu


Dari 

perempuan hujan yang diam-diam menganggapmu sebagai seorang sahabat

Kamis, 06 Februari 2014

Disebuah Sudut Ruang

Catatan di Awal Februari

Catatan di Awal Februari


Pada Akhirnya....
Ketika kaki telah lelah melangkah di perjalanan Panjang ini...
Kita butuh untuk pulang...
Ini bukan putus asa kawan..
Tapi kembali sejenak
Tempat kau akan diterima, siapapun kamu dan bagaimanapun kekuranganmu
Rumah
Ini bukan sekedar persinggahan, tapi tempat kembali di semua Perjalan


Aku merindukan rumah