Rabu, 13 Agustus 2014

coretaannn



Malang, 24 mei 2014
Kafe Nyit- Nyot

Saat Kita Masih Menjadi Kikir dalam Ketidaksadaran yang Tidak Kita Sadari

Saat-saat libur seperti ini, dan setelah badai tugas yang begitu kencang melanda waktu-waktuku, mungkin dibeberapa orang atau dibeberapa waktu kamu akan merasakan kebosanan luar biasa, tidak tahu mau melakukan apa, dan tidak tahu mau memulai apapun. Setelah hampir seminggu seperti ini maka mungkin kau patut mencoba mencari suasana yang nyaman yang bisa menolongmu. Bagiku salah satu alternatif yang bisa kulakukan adalah menulis. Seperti aku yang saat ini mulai menulis lagi.
Bahkan saat memulai menulispun, aku tak tahu mau memulai dari mana, mungkin cerita kepenatan tentang masa-masa tugas menugas dan hari libur yang sekarang pun tak tahu ingin melakukan apa.. Traveling?? Mungkin kedengarannya asyik, tapi jika semua teman-teman menikmati liburan mereka di kota masing-masing, dan aku yang tetap dikota ini yang masih belum saatnya pulang,, aku harus melakukan apa?
Maka menulis adalah cara yang menyenangkan yang dapat kamu pilih untuk mengisi liburanmu.. 4 hari merasa bosan dan kebingungan, bagi aku yang memiliki kepribadian yang sedikit introvert, menyenderi dan merenungi apapun yang telah kulalui dalam kehidupanku dan menuangkannya dalam tuisan adalaha hal yang paling aku senangi. Aku tersadar bahwa terkadang sebagai manusia kita membutuhkan sebuah kesibukan, bagi mahasiswa sendiri kita membutuhkan tugas yang dengannya kita bisa mengisi waktu dan menjalani hari-hari kita dengan sebuah kata yang bernama sibuk. Walaupun terkadang dengan tugas yang membuat kita harus memasukki gerbang kesibukan, tidak jarang kita menyertainya dengan keluh kesah yang tiada henti, bahkan pernah kutemui istilah disebuah media sosial mengatakan “tuhan tidak akan memberikan cobaan yang lebih berat dibandingkan batas kemampuan hambanya, tapi tidak dengan dosen yang selalu memberikan tugas melampaui batas kemampuan mahasiswanya”.. Kedengarannya lucu, tapi ini bisa berarti sebagai bentuk protes terhadap rasa malas dan kejenuhan terhadap tugas mulai dari tugas mata kuliah sampai pada tugas terbesar diseluruh jagad raya (mungkin sedikit lebay) yaitu skripsi.
Tanpa kita sadari, mengaku atau mencoba menginkari,,, dibeberapa bagian dari kita sering merasakan kebosanan untuk  mengerjakan tugas, walaupun kita tahu bahwa mau tidak mau tugas itu harus kita kerjakan, karena menyangkut tentang masa depan IPK kita. Tapi ketika kita mendapatkan waktu libur panjang kita juga terkadang mengeluh karena bosan tidak melakukan apa-apa. Sungguh Manusia memang tak pernah bersyukur dan menyukai kata “mengeluh”. Aku pun seperti itu, aku menuliskan ini tidak ingin mencela orang lain, tapi ini media untuk menegur diriku sendiri yang tidak bersyukur. Menulis adalah salah satu media untuk menegur diri kita sendiri.
Well, kita kembali ke topik sebelumnya, bagi beberapa orang bisa saja mereka memutuskan untuk mengacuhkan nilai IPK mereka. Tapi aku yakin bahwa jauh lebih banyak mahasiswa yang tidak mengacuhkan IPK mereka. Selain karena ini menyangkut reputasi didepan teman-teman, pacar dan masa depan kita sendiri, Namun juga menyangkut seberapa besar tanggung jawab kita terhadap amanah yang diberikan orang tua untuk kita.
Kita tidak bisa mempungkiri bahwa semua anak pasti menyayangi orang tuanya, jika pun terdapat kata anak durhaka, maka saya pun yakin bahwa didalam lubuk hati mereka yang paling dalam mereka pun mencintai kedua orang tuanya, walapun tak dapat dikatakan dan diperlihatkan melalui perilaku. Mungkin karena suatu alasan yang lain dan saya pun tak bisa menjelaskan mengapa. Semoga diantara kita tidak ada yang mengalaminya. Intinya adalah semua anak pasti menginginkan untuk menjadi kebanggaan dari orang tua masing-masing dan dengan standar pribadi yang berbeda-beda dimasing-masing individu. Jika kamu masih merasa bahwa membahagiakan orang tua adalah penting, maka beryukurlah bahwa Tuhan masih memberikan cahaya di hati kita. Cahaya yang dengannya kita masih mencintai orang tua kita dan cahaya yang dengannya masih melembutkan hati kita untuk menyayangi orang tua kita dan berniat untuk membahagiakan mereka.
Mungkin ini terlihat kecil, beryukur karena masih bisa mencintai orang tua kita, karena dengan apa yang telah mereka lakukan untuk kita, ibu yang mengandung selama 9 bulan yang dengannya ibu kita tak bisa tidur dengan nyenyak karena kita yang telah mengambil ruang di dalam rahimnya yang kecil dan dengannya kita menyerap 75% sari-sari makanan yang ibu kita makan, demi keberlangsungan hidup kita didalam rahimnya. Bahkan kita mengambil banyak kalsium dalam tubuhnya jika dengan apa yang ibu kita makan masih belum mencukupi kebutuhan kita. Bahkan dengan tidak cukup kuatnya ibu kita melahirkan, dia tetap berupaya melahirkan kita. Saya pernah membaca sebuah artikel bahwa manusia bisa menanggung kesakitan sampai dengan 45 del tapi selama bersalin ibu kita harus merasakan sakit hingga 57 del, ini telah melampaui  batas kesakitan yang bisa ditanggung manusia. Jika digambarkan rasa sakit 57del itu sama dengan rasa sakit 20 tulang kita patah secara bersamaan. Maka sangatlah wajar jika Tuhan memberikan pahala bagi ibu bersalin setara dengan 70 tahun sholat dan puasa serta setiap satu urat yang putus dalam persalinan setara dengan ibadah haji. Coba bayangkan jika dalam persalinan kita, ibu kita mengalami hampir 2000 urat yang putus. Makanya Tuhan mengatakan bahwa menjadi perempuan itu sangat gampang untuk masuk surga.
Sungguh luar biasa yang bernama “ibu” yang melahirkan kita. Bahkan saat kita telah lahir, kita masih menyerap makanan dari Ibu melalui proses menyusui, kita membuat ibu begadang siang malam karena popok kita yang basah dan membuat kita menangis ketika ibu kita ingin menikmati waktu istirahatnya.  Lalu, ketika mulai mengenal lingkungan baru yang bernama sekolah, kita masih meminta diantar, dan membuat ibu kita menunggu di depan sekolah karena takut bertemu orang baru.
Pernahkah kita melihat bagaimana kita melalui masa-masa remaja kita, saat kita mulai beranjak dewasa dan jatuh cinta. Mungkin sebagian orang tua kita akan melarang kata pacaran, dan akhirnya karena terlanjur jatuh cinta, kita terkadang membohongi ibu dan “backstreet”. Kita lebih senang bersama orang lain dibandingkan dengan ibu kita, terkadang kita merasa over protektif ketika ibu bertanya ini itu, adahal dilubuk hati yang paling dalam ibu kita merasakan cemas yang luar biasa terhadap diri kita yang telah beranjak dewasa. Ibu yang mengerti bagaimana gejolak para remaja yang ingin mencoba sesuatu yang baru, mencoba ini itu, tanpa pertimbangan tentang masa depan. Remaja yang memikirkan kesenangan saat ini dan have fun.
Aku bersyukur memiliki ibu yang bisa kuajak untuk berbicara dari hati kehati dan menjadi teman curhat terbaikku, mungkin lebih pantas kusebut “the best counselor that i have”. Suatu waktu aku bertanya pada ibu mengapa terkadang terlalu cerewet tentang urusan percintaan para remaja, dengan rona matanya yang begitu menenangkan dalam bahasa dan aksen makassar dia berkata “ tidak ada nak kerugian yang paling besar dari orang tua kalo anaknya tidak bisa menjaga dirinya. Kita bilang nak hanya dengan jadi menteri atau jadi dokter bahkan presiden orang tua bangga nak??,, Bukan itu sumber kesuksesan orang tua, sumber kesuksesannya orang tua itu nak kalo kamu bisa menikah dengan cara yang baik-baik dan dengan pria yang baik baik begitupun dengan laki-laki. Bahkan jika kamu telah menjadi orang besar dan bergelimangan harta, tidak sedikitpun ibu dan tetta (bapak) meminta, bahkan jika setelah menikah kamu mau meninggalkan ibu dan tidak mengingat ibu dan tetta (bapak) kami ikhlas, yang penting kamu menikah dengan cara baik-baik dan mendapatkan suami yang baik”.
Mendengar perkataan ibu, sejujurnya aku tidak menyangka bahwa begitu tuluskah orang tua menyayangi kita, sampai cita-cita mereka hanya sekecil itu, bahkan itupun adalah kebaikan kita sendiri...??. Mendengar itu suatu waktu aku menyadari bahwa mengapa kemudian ibu kita marah ketika kita pulang telat dan tidak mengabari. Ternyata kemarahan mereka adalah sebuah ungkapan kecemasan mereka yang tidak bisa dikatakan secara gamblang kepada kita. Mungkin seperti saat kita mencemaskan pacar kita yang tidak pernah mengabari, kita cemas jika terjadi sesuatu dengan pacar kita, sedangkan pacar kita tidak peduli sedikitpun dengan kecemasan yang kita alami. Kalaupun kita mengatakan rasa cemas itu, pacar kita akan mengatakan “gak usah terlalu lebay deh”. Makanya kadang dilupkan dalam sebuah kemarahan. Ah tidak aku yakin kecemasan orang tua berpuluh kali lipat dari itu, namun bisa diilustrasikan seperti itu. Maka dengan seseorang yang bernama “ibu” dalam hidup kita, pernahkah kita mensyukuri keberadaannya disisi kita, mungkin dengan berterima kasih dari lubuk hati terdalam kepada Tuhan karena masih memberikan Ibu kehidupan untuk bersama kita, untuk menatap matanya yang teduh lekat-lekat dan memperhatikan bahwa kulitnya kian hari semakin keriput dan tidak lagi kencang. Tapi dari sudut-sudut mata yang keriput, dan kulit yang tidak lagi kencang tersimpan kecantikan yang luar biasa di hati mereka, tentang cinta dan kasih sayang kepada anaknya yang dipancarkan dari yang maha Cinta dan Maha pemberi kasih sayang.
Sudahkan kita berterima kasih kepada ibu dengan penuh cinta akan apa yang telah mereka lakukan, ya tentunya ita tidak akan bisa membalas jasa-jasanya, tapi pernahkan kita berterima kasih sebagai tanda penghargaan kita terhadap yang mereka lakukan. Untuk disetiap cinta, disetiap kasih, disetiap tetesan darah, disetiap kesakitan, disetiap waktu, disetiap belaian, disetiap pelukan, disetiap suapan makanan, bahkan disetiap makanan yang rela tidak Ibu kita makan demi kita, disetiap doa yang selalu Ibu panjatkan kepada yang maha kuasa akan keselamatan dan kesuksesan kita. Bahkan apa yang aku tuliskan ini belum mewakili hal-hal yang telah ibu kita lakukan untuk kita. Maka berterima kasihlah, mungkin sulit mengucapkan terima kasih pada ibu, karena jarang kita lakukan bahkan mungkin tidak pernah kita lakukan, sehingga membuat kita canggung untuk mengatakannya, tapi kita tidak tahu kapan ibu kita masih memiliki waktu untuk tetap bersama kita. Mengucapkan terima kasih adalah hal yang paling kecil yang bisa kita lakukan pada orang lain, jika seseorang sulit mengucapkan terima kasih atau jarang mengucapkannya maka orang itu termasuk orang yang paling kikir, itu kata dosenku pada sebuah kuliah. Nah, jika terima kasih saja sulit diucapkan untuk ibu kita sendiri maka bagaimana mungkin kita begitu kikir kepada ibu sendiri. Pada perempuan yang begitu teduh yang bahwkan ketika kau meminta nyawanya dia akan memberikanmu. Ucapkanlah terima kasih kepadanya. Katakan kau mencintainya dalam sebuah pelukan tulus yang mungkin tak pernah kau berikan sebeumnya atau sebuah surat cinta dalam bentuk terimakasihmu kepadanya “Ibu”.
Selanjutnya, masih ada lagi seorang laki-laki perkasa yang sering kita lupakan disisi kita, yang terkadang kita tidak mensyukurinya, dia  bernama “Ayah”. Bagi kita di Indonesia, mengungkapkan perasaan keada orang lain adalah hal yang sulit terutama bagi seorang laki-laki, budaya kita yang sulit mengungkapkan perasaan ini yang berbeda dengan orang Eropa. Ayah menjadi sosok yang mungkin sulit untuk kita ajak bercerita dari hati kehati, dia yang lebih banyak diam menyimpan perasaan cintanya, tapi sesungguhnya ketika dia berangkat kerja, menguras keringat dan otot-ototnya untuk mencari penghidupan yang layak untuk kita, agar kita bisa mengenyam pendidikan sampai sekarnag ini. Dia yang hanya menelan ludah ketika menginginkan makanan kesukaannya demi menyisihkan biaya pendidikan untuk kita, dia yang sangat letih ketika pulang dirumah, yang menikmati kebahagiaannya sendiri melihat kita bertumbuh besar, menjadi remaja dan akhirnya dewasa, dan diam dalam kecemasannya akankah kita mampu menjaga harga diri kita sendiri. Dia yang dalam diammnya menyembunyikan cinta dan kasih sayangnya namun tetap terpancar dalam matanya yang terkadang tidak kita syukuri dan tidak pernah menguncapkan terima kasih kepada mereka.
Kita yang tidak pernah berterima kasih pada tuhan karema masih memberinya hidup, untuk tetap disisi kita, melihat perkembangan kita dari waktu kewaktu, mengajarkan kita tentang rasa percaya diri dan kekuatan menjalani segala tantangan kehidupan. Sosok ayah dalam kelaurga yang berperan sebagai tiang dan kekuatan, seperti itulah Ayah dan kemampuan kita menjalani hidup, tegar dalam kehidupan adalah hasil ddari bagiamana ayah mendidik kita. Maka Pernahkah kita berterima kasih kepadanya, dalam sebuah kata terima kasih pada apa cintanya, pada setiap keringat, pada setiap kekuatan, pada setiap senyuman pada setiap doa dan semuanya yang tidak bisa digambarkan. Pernahkan terima kasih itu tercap dalam pelukan tulus kita, ataukah selama ini kita juga telah bersikap kikir dengannya.
Kita tidak bisa mempungkiri bahwa kita pernah mengalami kekecewaan terhadap keluarga kita, mungkin perilaku ibu, atau ayah, kita merasa tidak disayangi, meresa tertolak oleh mereka terutama diwaktu kecil yang mungkin sangat membekas dalam kehidupan kita sampai sekarang. Tapi sesungguhnya tidak ada niat untuk membuat kita merasa seperti itu, maafkan masa lalu, maafkan mereka, karena pada dasarnya tidak satupun manusia sempurna, dan orang tua kita pun manusia yang tak sempurna. Maafkan ketidaksempurnaan cara mereka mengungkapkan rasa cinta mereka. “No one family perfect” , tidak ada sekolah tentang bagaimana mengunkapkan kasih sayang pada naka, tidak ada sekolah tentang cara mendidik anak, mereka mendidik anak-anak mereka berdasarkan apa yang mereka rasakan dari orang tua mereka juga. Maafkan masa lalumu,, Maafkan kekurangan orang tuamu, dan Mulailah belajar menjadi seorang yang dermawan bagi orang tua kita sendiri, mengucapkan terima kasih disetiap waktu kebersamaan yang masih Tuhan berikan kepada kita.
Apakah kemudian dengan mengucapkan terima kasih kepada mereka adalah cukup,,,?? Aku yakin, bagi orang tua yang sangat mecintai kita kata terima kasih, sudah lebih dari cukup, tapi apakah tanggung jawab kita sebagai anak hanya sampai disitu..?? Mungkin kita belum bisa memberikan mobil mewah bagi mereka, makan direstoran termahal yang pernah ada atau bahkan mengajak mereka liburan diluar negeri. Tapi belajar dengan giat, terus memperbaiki diri dan akhlak kita serta menjaga diri adalah kewajiban kita sebagai seorang anak. Nah,,,, Bagaimana mungkin dengan apa yang orang tua kita lakukan, kita masih sibuk mengeluh pada setiap tugas, dan maslaah hidup yang kian datang menyapa. Bagaimana mungkin kita masih merasa lemah sedangkan ayah telah mengajarkan kita tentang kekuatan menjalani hidup, bagaimana mungkin kita tidak percaya diri sedangkan ayah telah mengajarkan kita percaya diri yang luar biasa melalui bermain bersama saat kita masih kecil yang dengannya kita tertawa lepas tanpa rasa cemas dan takut.
Lalu bagaimana mungkin kita masih bersikap egois, tidak peduli dengan lingkungan kita, tidak menyayangi sesama, sedangkan ibu telah mengajarkan kita tentang kasih yang begitu tulus kepada kita, bagaimana mungkin kita masih memikirkan  kepentingan pribadi sedangkan ibu telah mengajarkan kita tentang bagaimana meberi itu, bagaimana mencintai dan mengasihi???.. Apakah ini sikap kita yang mungkin kurang baik karena ibu kita?? Ataukah karena kita yang telah mengacuhkan pelajaran-pelajaran indah yang kita dapatkan dari orang tua kita. Terus, buat apa kita mengeluh dan membatasi diri, sedangkan kita adalah mahluk ciptaan tuhan yang pailing sempurna dan telah tuhan janjikan. Maka dengan alasan apalagi kita mengeluh ini dan itu,,,???? Maka dengan alasan apalagi kita masih tidak peduli dengan orang lain, masih egois dan mementingkan diri sendiri???,,,
Semoga tulisan ini adalah cara untuk menegur diriku sendiri dan memberikan manfaat untuk orang lain tentang perenunganku yang mungkin dari sudut pandang yang masih sempit. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan kasih sayang pada Ibu dan Ayah kita, memberikan mereka surga dan memasukkannya tanpa hizab.. Semoga Kita biasa menjadi Anak yang sholeh dan sholehah dan menjadi Penyelamat bagi orang tua kita di Akhirat kelak ,, Amin Ya rabbal Alalmin.


Salam Cinta dari Perempuan Hujan