“Kau
adalah perempuan yang selama ini aku cari, kau satu-satunya perempuan yang
layak aku sandingkan dengan diriku, dan kujadikan istri, begitu lama aku
mencari perempuan seperti dirimu, dan mengapa baru sekarang aku menemukannya”
Aku
selalu mengingat kata itu, mungkin bukan sebuah janji kepadaku. Tapi bagiku kau
sedang menegaskan kepadaku bahwa aku perempuan terbaik dalam hidupmu dan takkan
pernah ada perempuan lain yang akan menggantikanku. Bagi aku yang sedang jatuh cinta padamu, aku
akan dengan mudah percaya. Perempuan memang selalu percaya tanpa ada
pembuktian, mereka bisa mempercayai sesuatu hanya dengan menggunkan telinganya.
Termasuk Aku.
Tak
satupun perempuan yang rela jika cintanya dibagi, termasuk aku. Jikalau harus
merelakan ragamu mungkin aku siap. Namun jika merelakan hatimu tentu saja aku
takkan pernah siap. Mungkin ada hal yang perlu perempuan pelajari di bangku
sekolah, yang selama ini tak pernah ada pada pelajaran-pelajaran formal bahkan
di jenjang doktor sekalipun. Pelajaran tentang bagaimana mengenali lelaki yang
sedang berbohong (Nanti-Lelaki terakhir yang menagis di Bumi). Mengenali
kebohongan seorang lelaki seperti kepingan
puzzle yang sulit untuk dimengerti, dan aku yakin jika dilakukan tes kecerdasan
mengenali kebohongan laki-laki maka hampir semua perempuan akan remedial
berulang kali. Apalagi jika mereka sedang jatuh cinta. Jika patah hati dengan
segala kesedihan membuat manusia sulit diatur maka jatuh cinta menjadikan
manusia tak dapat dikendalikan.
Hari
ini aku sedang berada dilembah terjal menuruni anak tangga kenangan dan mencoba
mengingat kembali semua tulisan-tulisanmu yang selalu kau hadiahkan padaku.
Bagimu itu adalah rumahku tempat aku berlindung dari segala keresahanku. Namun
bunga menjadi layu dan aku terusir dari rumahku. Tetapi kau jangan salah
sangka, aku hanya sekedar mengenang dan mengingatkanmu. Bukan untuk
menghakimimu. Bukankah hanya kenangan yang akan menjadi kawan. Bukankan setiap
kisah selalu menjadi sejarah. Hanya ada dua kemungkinan, menjadi menjadi
sejarah yang indah dan menjadi sejarah yang kelam. Namun keduanya tetaplah
sejarah yang memberikan pembelajaran bagi manusia. Termasuk kisahku denganmu.
Kenangan tentangmu bagai dua mata
pisau yang tajam keduanya mampu mengiris. Kisah indah akan menjadi kenangan
manis sambil menikmati secangkir kopi dan memandangi langit biru. Kenangan
pahit akan menjadi pembelajaran untuk menata kehidupan yang lebih baik.
Seharusnya manusia senantiasa bersyukur untuk segala perkara yang dia temui, karena
pada akhirnya semua berujung pada kebaikan. Aku tahu bahwa aku sedang menjelma
menjadi cinta yang marah dengan kekesalanku pada akhir yang bagiku menyakitkan
mungkin juga karena aku tak menerima kekalahan. Mungkin karena harapan masih
saja menggeliat dipikiranku dan perasaanku. Dan aku masih berusaha untuk
percaya pada semua kata.
Bagimu aku adalah sepenggal kisah
lalu, benarkah aku kisah yang lalu??, aku hanya bertanya benarkah seperti itu.
Kau tak pernah kusandingkan dengan kata itu, kau adalah keabadian dalam
kenanganku dan menjadi kekasih dalam kenanganku dan selalu seperti itu. Lalu
kuabadikan kau lewat pekerjaan-pekerjaan keabadian. Takkan hilang di liang lupa
dan takan tergerus oleh waktu walau tulang sudah menjadi tanah. Dia abadi dalam
tulisan. Namun mungkin kau punya pendapat yang lain dan memilih keputusan yang
untuk menyandingkanku sebagai kisah lalu. Namun harus kau tau aku tetap abadi,
dan aku jiwa yang abadi. Dan kali ini aku sedang tidak sependapat denganmu,
tapi itu keputusanmu yang harus aku hormati.
Cinta dan harapan seperti bagian kehidupan
yang tak akan habis untuk kau baca. Cinta dan harapan mampu membuat manusia
benar-benar hidup dan mampu membunuh manusia dengan seketika. Mungkin ini pula
yang terjadi padamu, cinta dan harapanmu terus saja berperang dengan sang nyata
bahwa ada kisah yang memang tak perlu mengenal tuannya.
Aku perempuan yang kalah..
Aku mengakui padamu, aku memang
kalah dengan perempuan yang memang ingin memilikimu sejak dulu, dan aku
mengakui kekalahanku karenanya. Aku kalah karena ia mampu mematahkan semua
janjimu kepadaku, janji penjagaanmu dan janji kebadian darimu. Tapi tak
perlulah aku menagihnya, hanya sekedar mengingatkanmu lalu kubiarkan kau
menghukumku pada janji yang mungkin kau kira telah kupatahahkan sejak dulu.
Aku perempuan yang kalah..
Aku kalah karena kau menginginkan
kekalahanku, saat kau benar-benar tak mampu bertahan melindungiku, katamu.
Namun biarlah kisah ini menjadi kisah perempuan yang kalah. Kalah atas
pertarungan memenangkan hatimu. Bukankah hatimu memang tidak untuk
dimenangkan??. Kau bukan perlombaan apalagi hatimu. Ia memilih dengan siapa ia
ingin membuka pintunya dan dengan siapa ia akan menyerahkan kuncinya. Walau terkadang setiap hati tak selalu
bertemu dengan tuannya. Mungkin sekedar singgah dan hanya menjadi persinggahan.
Lalu aku perempuan yang kalah dan mengakui kekalahannya.
Aku perempuan yang kalah…
Dan aku tahu kau tidak sedang
bahagia hari ini, kau sedang mencari liang lupa, berlari bersama waktu di
jalan-jalan sepi. Namun tak juga kau temukan liang lupa itu. Aku adalah
kenangan yang abadi. Bahkan ketika aku adalah perempuan yang kalah dang
mengakui kekalahannya. Mungkin ada masa kau akan menjinakkan dirimu pada
kenangan dan menjadikannya sahabat, agar kau bisa menjadi benar-benar hidup.
Dan disaat yang sama aku menjadi perempuan yang kalah dan mengakui
kekalahannya.
Aku memang selalu kalah dengannya,
sejak awal aku tahu bahwa kau adalah orang yang akan menghancurkanku lagi dan
lagi. Aku bisa mengalami kehancuran sebesar aku mencintaimu. Lalu selalu
bersedia untuk memberi pengampuan. Terima kasih kau telah mengajariku banyak
hal sebanyak kau memberikan kebahagian dan kehancuran padaku dalam waktu yang
bersamaan. Lalu maafkan aku yang mencintaimu sekaligus menyakitimu (fadh
fahdephie - Rumah tangga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar