Jumat, 11 September 2015

Aku Seorang Perempuan Yang Kalah



“Kau adalah perempuan yang selama ini aku cari, kau satu-satunya perempuan yang layak aku sandingkan dengan diriku, dan kujadikan istri, begitu lama aku mencari perempuan seperti dirimu, dan mengapa baru sekarang aku menemukannya”

Aku selalu mengingat kata itu, mungkin bukan sebuah janji kepadaku. Tapi bagiku kau sedang menegaskan kepadaku bahwa aku perempuan terbaik dalam hidupmu dan takkan pernah ada perempuan lain yang akan menggantikanku.  Bagi aku yang sedang jatuh cinta padamu, aku akan dengan mudah percaya. Perempuan memang selalu percaya tanpa ada pembuktian, mereka bisa mempercayai sesuatu hanya dengan menggunkan telinganya. Termasuk Aku.

Tak satupun perempuan yang rela jika cintanya dibagi, termasuk aku. Jikalau harus merelakan ragamu mungkin aku siap. Namun jika merelakan hatimu tentu saja aku takkan pernah siap. Mungkin ada hal yang perlu perempuan pelajari di bangku sekolah, yang selama ini tak pernah ada pada pelajaran-pelajaran formal bahkan di jenjang doktor sekalipun. Pelajaran tentang bagaimana mengenali lelaki yang sedang berbohong (Nanti-Lelaki terakhir yang menagis di Bumi). Mengenali kebohongan seorang lelaki seperti kepingan puzzle yang sulit untuk dimengerti, dan aku yakin jika dilakukan tes kecerdasan mengenali kebohongan laki-laki maka hampir semua perempuan akan remedial berulang kali. Apalagi jika mereka sedang jatuh cinta. Jika patah hati dengan segala kesedihan membuat manusia sulit diatur maka jatuh cinta menjadikan manusia tak dapat dikendalikan.
Hari ini aku sedang berada dilembah terjal menuruni anak tangga kenangan dan mencoba mengingat kembali semua tulisan-tulisanmu yang selalu kau hadiahkan padaku. Bagimu itu adalah rumahku tempat aku berlindung dari segala keresahanku. Namun bunga menjadi layu dan aku terusir dari rumahku. Tetapi kau jangan salah sangka, aku hanya sekedar mengenang dan mengingatkanmu. Bukan untuk menghakimimu. Bukankah hanya kenangan yang akan menjadi kawan. Bukankan setiap kisah selalu menjadi sejarah. Hanya ada dua kemungkinan, menjadi menjadi sejarah yang indah dan menjadi sejarah yang kelam. Namun keduanya tetaplah sejarah yang memberikan pembelajaran bagi manusia. Termasuk kisahku denganmu.

Kenangan tentangmu bagai dua mata pisau yang tajam keduanya mampu mengiris. Kisah indah akan menjadi kenangan manis sambil menikmati secangkir kopi dan memandangi langit biru. Kenangan pahit akan menjadi pembelajaran untuk menata kehidupan yang lebih baik. Seharusnya manusia senantiasa bersyukur untuk segala perkara yang dia temui, karena pada akhirnya semua berujung pada kebaikan. Aku tahu bahwa aku sedang menjelma menjadi cinta yang marah dengan kekesalanku pada akhir yang bagiku menyakitkan mungkin juga karena aku tak menerima kekalahan. Mungkin karena harapan masih saja menggeliat dipikiranku dan perasaanku. Dan aku masih berusaha untuk percaya pada semua kata.

Bagimu aku adalah sepenggal kisah lalu, benarkah aku kisah yang lalu??, aku hanya bertanya benarkah seperti itu. Kau tak pernah kusandingkan dengan kata itu, kau adalah keabadian dalam kenanganku dan menjadi kekasih dalam kenanganku dan selalu seperti itu. Lalu kuabadikan kau lewat pekerjaan-pekerjaan keabadian. Takkan hilang di liang lupa dan takan tergerus oleh waktu walau tulang sudah menjadi tanah. Dia abadi dalam tulisan. Namun mungkin kau punya pendapat yang lain dan memilih keputusan yang untuk menyandingkanku sebagai kisah lalu. Namun harus kau tau aku tetap abadi, dan aku jiwa yang abadi. Dan kali ini aku sedang tidak sependapat denganmu, tapi itu keputusanmu yang harus aku hormati.

 Cinta dan harapan seperti bagian kehidupan yang tak akan habis untuk kau baca. Cinta dan harapan mampu membuat manusia benar-benar hidup dan mampu membunuh manusia dengan seketika. Mungkin ini pula yang terjadi padamu, cinta dan harapanmu terus saja berperang dengan sang nyata bahwa ada kisah yang memang tak perlu mengenal tuannya. 

Aku perempuan yang kalah..
Aku mengakui padamu, aku memang kalah dengan perempuan yang memang ingin memilikimu sejak dulu, dan aku mengakui kekalahanku karenanya. Aku kalah karena ia mampu mematahkan semua janjimu kepadaku, janji penjagaanmu dan janji kebadian darimu. Tapi tak perlulah aku menagihnya, hanya sekedar mengingatkanmu lalu kubiarkan kau menghukumku pada janji yang mungkin kau kira telah kupatahahkan sejak dulu.

Aku perempuan yang kalah..
Aku kalah karena kau menginginkan kekalahanku, saat kau benar-benar tak mampu bertahan melindungiku, katamu. Namun biarlah kisah ini menjadi kisah perempuan yang kalah. Kalah atas pertarungan memenangkan hatimu. Bukankah hatimu memang tidak untuk dimenangkan??. Kau bukan perlombaan apalagi hatimu. Ia memilih dengan siapa ia ingin membuka pintunya dan dengan siapa ia akan menyerahkan kuncinya.  Walau terkadang setiap hati tak selalu bertemu dengan tuannya. Mungkin sekedar singgah dan hanya menjadi persinggahan. Lalu aku perempuan yang kalah dan mengakui kekalahannya.

Aku perempuan yang kalah…
Dan aku tahu kau tidak sedang bahagia hari ini, kau sedang mencari liang lupa, berlari bersama waktu di jalan-jalan sepi. Namun tak juga kau temukan liang lupa itu. Aku adalah kenangan yang abadi. Bahkan ketika aku adalah perempuan yang kalah dang mengakui kekalahannya. Mungkin ada masa kau akan menjinakkan dirimu pada kenangan dan menjadikannya sahabat, agar kau bisa menjadi benar-benar hidup. Dan disaat yang sama aku menjadi perempuan yang kalah dan mengakui kekalahannya.

Aku memang selalu kalah dengannya, sejak awal aku tahu bahwa kau adalah orang yang akan menghancurkanku lagi dan lagi. Aku bisa mengalami kehancuran sebesar aku mencintaimu. Lalu selalu bersedia untuk memberi pengampuan. Terima kasih kau telah mengajariku banyak hal sebanyak kau memberikan kebahagian dan kehancuran padaku dalam waktu yang bersamaan. Lalu maafkan aku yang mencintaimu sekaligus menyakitimu (fadh fahdephie - Rumah tangga)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar