Malang, 24 mei 2014
Kafe Nyit- Nyot
Saat
Kita Masih Menjadi Kikir dalam Ketidaksadaran yang Tidak Kita Sadari
Saat-saat
libur seperti ini, dan setelah badai tugas yang begitu kencang melanda
waktu-waktuku, mungkin dibeberapa orang atau dibeberapa waktu kamu akan
merasakan kebosanan luar biasa, tidak tahu mau melakukan apa, dan tidak tahu
mau memulai apapun. Setelah hampir seminggu seperti ini maka mungkin kau patut
mencoba mencari suasana yang nyaman yang bisa menolongmu. Bagiku salah satu
alternatif yang bisa kulakukan adalah menulis. Seperti aku yang saat ini mulai
menulis lagi.
Bahkan
saat memulai menulispun, aku tak tahu mau memulai dari mana, mungkin cerita
kepenatan tentang masa-masa tugas menugas dan hari libur yang sekarang pun tak
tahu ingin melakukan apa.. Traveling?? Mungkin kedengarannya asyik, tapi jika
semua teman-teman menikmati liburan mereka di kota masing-masing, dan aku yang
tetap dikota ini yang masih belum saatnya pulang,, aku harus melakukan apa?
Maka
menulis adalah cara yang menyenangkan yang dapat kamu pilih untuk mengisi
liburanmu.. 4 hari merasa bosan dan kebingungan, bagi aku yang memiliki
kepribadian yang sedikit introvert, menyenderi dan merenungi apapun yang telah
kulalui dalam kehidupanku dan menuangkannya dalam tuisan adalaha hal yang
paling aku senangi. Aku tersadar bahwa terkadang sebagai manusia kita
membutuhkan sebuah kesibukan, bagi mahasiswa sendiri kita membutuhkan tugas
yang dengannya kita bisa mengisi waktu dan menjalani hari-hari kita dengan
sebuah kata yang bernama sibuk. Walaupun terkadang dengan tugas yang membuat
kita harus memasukki gerbang kesibukan, tidak jarang kita menyertainya dengan
keluh kesah yang tiada henti, bahkan pernah kutemui istilah disebuah media
sosial mengatakan “tuhan tidak akan memberikan cobaan yang lebih berat
dibandingkan batas kemampuan hambanya, tapi tidak dengan dosen yang selalu
memberikan tugas melampaui batas kemampuan mahasiswanya”.. Kedengarannya lucu,
tapi ini bisa berarti sebagai bentuk protes terhadap rasa malas dan kejenuhan terhadap
tugas mulai dari tugas mata kuliah sampai pada tugas terbesar diseluruh jagad
raya (mungkin sedikit lebay) yaitu skripsi.
Tanpa
kita sadari, mengaku atau mencoba menginkari,,, dibeberapa bagian dari kita
sering merasakan kebosanan untuk
mengerjakan tugas, walaupun kita tahu bahwa mau tidak mau tugas itu
harus kita kerjakan, karena menyangkut tentang masa depan IPK kita. Tapi ketika
kita mendapatkan waktu libur panjang kita juga terkadang mengeluh karena bosan
tidak melakukan apa-apa. Sungguh Manusia memang tak pernah bersyukur dan
menyukai kata “mengeluh”. Aku pun seperti itu, aku menuliskan ini tidak ingin
mencela orang lain, tapi ini media untuk menegur diriku sendiri yang tidak
bersyukur. Menulis adalah salah satu media untuk menegur diri kita sendiri.
Well,
kita kembali ke topik sebelumnya, bagi beberapa orang bisa saja mereka
memutuskan untuk mengacuhkan nilai IPK mereka. Tapi aku yakin bahwa jauh lebih
banyak mahasiswa yang tidak mengacuhkan IPK mereka. Selain karena ini menyangkut
reputasi didepan teman-teman, pacar dan masa depan kita sendiri, Namun juga
menyangkut seberapa besar tanggung jawab kita terhadap amanah yang diberikan
orang tua untuk kita.
Kita
tidak bisa mempungkiri bahwa semua anak pasti menyayangi orang tuanya, jika pun
terdapat kata anak durhaka, maka saya pun yakin bahwa didalam lubuk hati mereka
yang paling dalam mereka pun mencintai kedua orang tuanya, walapun tak dapat
dikatakan dan diperlihatkan melalui perilaku. Mungkin karena suatu alasan yang
lain dan saya pun tak bisa menjelaskan mengapa. Semoga diantara kita tidak ada
yang mengalaminya. Intinya adalah semua anak pasti menginginkan untuk menjadi
kebanggaan dari orang tua masing-masing dan dengan standar pribadi yang
berbeda-beda dimasing-masing individu. Jika kamu masih merasa bahwa
membahagiakan orang tua adalah penting, maka beryukurlah bahwa Tuhan masih memberikan
cahaya di hati kita. Cahaya yang dengannya kita masih mencintai orang tua kita
dan cahaya yang dengannya masih melembutkan hati kita untuk menyayangi orang
tua kita dan berniat untuk membahagiakan mereka.
Mungkin
ini terlihat kecil, beryukur karena masih bisa mencintai orang tua kita, karena
dengan apa yang telah mereka lakukan untuk kita, ibu yang mengandung selama 9
bulan yang dengannya ibu kita tak bisa tidur dengan nyenyak karena kita yang
telah mengambil ruang di dalam rahimnya yang kecil dan dengannya kita menyerap
75% sari-sari makanan yang ibu kita makan, demi keberlangsungan hidup kita
didalam rahimnya. Bahkan kita mengambil banyak kalsium dalam tubuhnya jika
dengan apa yang ibu kita makan masih belum mencukupi kebutuhan kita. Bahkan
dengan tidak cukup kuatnya ibu kita melahirkan, dia tetap berupaya melahirkan
kita. Saya pernah membaca sebuah artikel bahwa manusia bisa menanggung kesakitan
sampai dengan 45 del tapi selama bersalin ibu kita harus merasakan sakit hingga
57 del, ini telah melampaui batas
kesakitan yang bisa ditanggung manusia. Jika digambarkan rasa sakit 57del itu
sama dengan rasa sakit 20 tulang kita patah secara bersamaan. Maka sangatlah
wajar jika Tuhan memberikan pahala bagi ibu bersalin setara dengan 70 tahun
sholat dan puasa serta setiap satu urat yang putus dalam persalinan setara
dengan ibadah haji. Coba bayangkan jika dalam persalinan kita, ibu kita
mengalami hampir 2000 urat yang putus. Makanya Tuhan mengatakan bahwa menjadi
perempuan itu sangat gampang untuk masuk surga.
Sungguh
luar biasa yang bernama “ibu” yang melahirkan kita. Bahkan saat kita telah
lahir, kita masih menyerap makanan dari Ibu melalui proses menyusui, kita
membuat ibu begadang siang malam karena popok kita yang basah dan membuat kita
menangis ketika ibu kita ingin menikmati waktu istirahatnya. Lalu, ketika mulai mengenal lingkungan baru
yang bernama sekolah, kita masih meminta diantar, dan membuat ibu kita menunggu
di depan sekolah karena takut bertemu orang baru.
Pernahkah
kita melihat bagaimana kita melalui masa-masa remaja kita, saat kita mulai
beranjak dewasa dan jatuh cinta. Mungkin sebagian orang tua kita akan melarang
kata pacaran, dan akhirnya karena terlanjur jatuh cinta, kita terkadang
membohongi ibu dan “backstreet”. Kita
lebih senang bersama orang lain dibandingkan dengan ibu kita, terkadang kita
merasa over protektif ketika ibu bertanya ini itu, adahal dilubuk hati yang
paling dalam ibu kita merasakan cemas yang luar biasa terhadap diri kita yang
telah beranjak dewasa. Ibu yang mengerti bagaimana gejolak para remaja yang
ingin mencoba sesuatu yang baru, mencoba ini itu, tanpa pertimbangan tentang
masa depan. Remaja yang memikirkan kesenangan saat ini dan have fun.
Aku
bersyukur memiliki ibu yang bisa kuajak untuk berbicara dari hati kehati dan
menjadi teman curhat terbaikku, mungkin lebih pantas kusebut “the best counselor that i have”. Suatu
waktu aku bertanya pada ibu mengapa terkadang terlalu cerewet tentang urusan percintaan
para remaja, dengan rona matanya yang begitu menenangkan dalam bahasa dan aksen
makassar dia berkata “ tidak ada nak
kerugian yang paling besar dari orang tua kalo anaknya tidak bisa menjaga
dirinya. Kita bilang nak hanya dengan jadi menteri atau jadi dokter bahkan
presiden orang tua bangga nak??,, Bukan itu sumber kesuksesan orang tua, sumber
kesuksesannya orang tua itu nak kalo kamu bisa menikah dengan cara yang
baik-baik dan dengan pria yang baik baik begitupun dengan laki-laki. Bahkan
jika kamu telah menjadi orang besar dan bergelimangan harta, tidak sedikitpun
ibu dan tetta (bapak) meminta, bahkan jika setelah menikah kamu mau
meninggalkan ibu dan tidak mengingat ibu dan tetta (bapak) kami ikhlas, yang
penting kamu menikah dengan cara baik-baik dan mendapatkan suami yang baik”.
Mendengar
perkataan ibu, sejujurnya aku tidak menyangka bahwa begitu tuluskah orang tua
menyayangi kita, sampai cita-cita mereka hanya sekecil itu, bahkan itupun
adalah kebaikan kita sendiri...??. Mendengar itu suatu waktu aku menyadari
bahwa mengapa kemudian ibu kita marah ketika kita pulang telat dan tidak
mengabari. Ternyata kemarahan mereka adalah sebuah ungkapan kecemasan mereka
yang tidak bisa dikatakan secara gamblang kepada kita. Mungkin seperti saat
kita mencemaskan pacar kita yang tidak pernah mengabari, kita cemas jika
terjadi sesuatu dengan pacar kita, sedangkan pacar kita tidak peduli sedikitpun
dengan kecemasan yang kita alami. Kalaupun kita mengatakan rasa cemas itu, pacar
kita akan mengatakan “gak usah terlalu lebay deh”. Makanya kadang dilupkan
dalam sebuah kemarahan. Ah tidak aku yakin kecemasan orang tua berpuluh kali
lipat dari itu, namun bisa diilustrasikan seperti itu. Maka dengan seseorang
yang bernama “ibu” dalam hidup kita, pernahkah kita mensyukuri keberadaannya
disisi kita, mungkin dengan berterima kasih dari lubuk hati terdalam kepada Tuhan
karena masih memberikan Ibu kehidupan untuk bersama kita, untuk menatap matanya
yang teduh lekat-lekat dan memperhatikan bahwa kulitnya kian hari semakin
keriput dan tidak lagi kencang. Tapi dari sudut-sudut mata yang keriput, dan
kulit yang tidak lagi kencang tersimpan kecantikan yang luar biasa di hati
mereka, tentang cinta dan kasih sayang kepada anaknya yang dipancarkan dari
yang maha Cinta dan Maha pemberi kasih sayang.
Sudahkan
kita berterima kasih kepada ibu dengan penuh cinta akan apa yang telah mereka
lakukan, ya tentunya ita tidak akan bisa membalas jasa-jasanya, tapi pernahkan
kita berterima kasih sebagai tanda penghargaan kita terhadap yang mereka
lakukan. Untuk disetiap cinta, disetiap kasih, disetiap tetesan darah, disetiap
kesakitan, disetiap waktu, disetiap belaian, disetiap pelukan, disetiap suapan
makanan, bahkan disetiap makanan yang rela tidak Ibu kita makan demi kita,
disetiap doa yang selalu Ibu panjatkan kepada yang maha kuasa akan keselamatan
dan kesuksesan kita. Bahkan apa yang aku tuliskan ini belum mewakili hal-hal
yang telah ibu kita lakukan untuk kita. Maka berterima kasihlah, mungkin sulit
mengucapkan terima kasih pada ibu, karena jarang kita lakukan bahkan mungkin
tidak pernah kita lakukan, sehingga membuat kita canggung untuk mengatakannya,
tapi kita tidak tahu kapan ibu kita masih memiliki waktu untuk tetap bersama
kita. Mengucapkan terima kasih adalah hal yang paling kecil yang bisa kita
lakukan pada orang lain, jika seseorang sulit mengucapkan terima kasih atau
jarang mengucapkannya maka orang itu termasuk orang yang paling kikir, itu kata
dosenku pada sebuah kuliah. Nah, jika terima kasih saja sulit diucapkan untuk
ibu kita sendiri maka bagaimana mungkin kita begitu kikir kepada ibu sendiri.
Pada perempuan yang begitu teduh yang bahwkan ketika kau meminta nyawanya dia
akan memberikanmu. Ucapkanlah terima kasih kepadanya. Katakan kau mencintainya
dalam sebuah pelukan tulus yang mungkin tak pernah kau berikan sebeumnya atau
sebuah surat cinta dalam bentuk terimakasihmu kepadanya “Ibu”.
Selanjutnya, masih ada lagi seorang laki-laki
perkasa yang sering kita lupakan disisi kita, yang terkadang kita tidak
mensyukurinya, dia bernama “Ayah”. Bagi
kita di Indonesia, mengungkapkan perasaan keada orang lain adalah hal yang
sulit terutama bagi seorang laki-laki, budaya kita yang sulit mengungkapkan
perasaan ini yang berbeda dengan orang Eropa. Ayah menjadi sosok yang mungkin
sulit untuk kita ajak bercerita dari hati kehati, dia yang lebih banyak diam
menyimpan perasaan cintanya, tapi sesungguhnya ketika dia berangkat kerja,
menguras keringat dan otot-ototnya untuk mencari penghidupan yang layak untuk
kita, agar kita bisa mengenyam pendidikan sampai sekarnag ini. Dia yang hanya
menelan ludah ketika menginginkan makanan kesukaannya demi menyisihkan biaya
pendidikan untuk kita, dia yang sangat letih ketika pulang dirumah, yang
menikmati kebahagiaannya sendiri melihat kita bertumbuh besar, menjadi remaja
dan akhirnya dewasa, dan diam dalam kecemasannya akankah kita mampu menjaga
harga diri kita sendiri. Dia yang dalam diammnya menyembunyikan cinta dan kasih
sayangnya namun tetap terpancar dalam matanya yang terkadang tidak kita syukuri
dan tidak pernah menguncapkan terima kasih kepada mereka.
Kita yang
tidak pernah berterima kasih pada tuhan karema masih memberinya hidup, untuk
tetap disisi kita, melihat perkembangan kita dari waktu kewaktu, mengajarkan
kita tentang rasa percaya diri dan kekuatan menjalani segala tantangan
kehidupan. Sosok ayah dalam kelaurga yang berperan sebagai tiang dan kekuatan,
seperti itulah Ayah dan kemampuan kita menjalani hidup, tegar dalam kehidupan
adalah hasil ddari bagiamana ayah mendidik kita. Maka Pernahkah kita berterima
kasih kepadanya, dalam sebuah kata terima kasih pada apa cintanya, pada setiap
keringat, pada setiap kekuatan, pada setiap senyuman pada setiap doa dan
semuanya yang tidak bisa digambarkan. Pernahkan terima kasih itu tercap dalam
pelukan tulus kita, ataukah selama ini kita juga telah bersikap kikir
dengannya.
Kita
tidak bisa mempungkiri bahwa kita pernah mengalami kekecewaan terhadap keluarga
kita, mungkin perilaku ibu, atau ayah, kita merasa tidak disayangi, meresa
tertolak oleh mereka terutama diwaktu kecil yang mungkin sangat membekas dalam
kehidupan kita sampai sekarang. Tapi sesungguhnya tidak ada niat untuk membuat
kita merasa seperti itu, maafkan masa lalu, maafkan mereka, karena pada
dasarnya tidak satupun manusia sempurna, dan orang tua kita pun manusia yang
tak sempurna. Maafkan ketidaksempurnaan cara mereka mengungkapkan rasa cinta
mereka. “No one family perfect” ,
tidak ada sekolah tentang bagaimana mengunkapkan kasih sayang pada naka, tidak
ada sekolah tentang cara mendidik anak, mereka mendidik anak-anak mereka
berdasarkan apa yang mereka rasakan dari orang tua mereka juga. Maafkan masa
lalumu,, Maafkan kekurangan orang tuamu, dan Mulailah belajar menjadi seorang
yang dermawan bagi orang tua kita sendiri, mengucapkan terima kasih disetiap
waktu kebersamaan yang masih Tuhan berikan kepada kita.
Apakah
kemudian dengan mengucapkan terima kasih kepada mereka adalah cukup,,,?? Aku
yakin, bagi orang tua yang sangat mecintai kita kata terima kasih, sudah lebih
dari cukup, tapi apakah tanggung jawab kita sebagai anak hanya sampai
disitu..?? Mungkin kita belum bisa memberikan mobil mewah bagi mereka, makan
direstoran termahal yang pernah ada atau bahkan mengajak mereka liburan diluar
negeri. Tapi belajar dengan giat, terus memperbaiki diri dan akhlak kita serta
menjaga diri adalah kewajiban kita sebagai seorang anak. Nah,,,, Bagaimana
mungkin dengan apa yang orang tua kita lakukan, kita masih sibuk mengeluh pada
setiap tugas, dan maslaah hidup yang kian datang menyapa. Bagaimana mungkin
kita masih merasa lemah sedangkan ayah telah mengajarkan kita tentang kekuatan
menjalani hidup, bagaimana mungkin kita tidak percaya diri sedangkan ayah telah
mengajarkan kita percaya diri yang luar biasa melalui bermain bersama saat kita
masih kecil yang dengannya kita tertawa lepas tanpa rasa cemas dan takut.
Lalu
bagaimana mungkin kita masih bersikap egois, tidak peduli dengan lingkungan
kita, tidak menyayangi sesama, sedangkan ibu telah mengajarkan kita tentang
kasih yang begitu tulus kepada kita, bagaimana mungkin kita masih
memikirkan kepentingan pribadi sedangkan
ibu telah mengajarkan kita tentang bagaimana meberi itu, bagaimana mencintai
dan mengasihi???.. Apakah ini sikap kita yang mungkin kurang baik karena ibu
kita?? Ataukah karena kita yang telah mengacuhkan pelajaran-pelajaran indah
yang kita dapatkan dari orang tua kita. Terus, buat apa kita mengeluh dan
membatasi diri, sedangkan kita adalah mahluk ciptaan tuhan yang pailing sempurna
dan telah tuhan janjikan. Maka dengan alasan apalagi kita mengeluh ini dan
itu,,,???? Maka dengan alasan apalagi kita masih tidak peduli dengan orang
lain, masih egois dan mementingkan diri sendiri???,,,
Semoga
tulisan ini adalah cara untuk menegur diriku sendiri dan memberikan manfaat
untuk orang lain tentang perenunganku yang mungkin dari sudut pandang yang
masih sempit. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan kasih sayang pada Ibu dan
Ayah kita, memberikan mereka surga dan memasukkannya tanpa hizab.. Semoga Kita
biasa menjadi Anak yang sholeh dan sholehah dan menjadi Penyelamat bagi orang
tua kita di Akhirat kelak ,, Amin Ya rabbal Alalmin.
Salam
Cinta dari Perempuan Hujan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar